Nama :
Wulan Fatharani Azizah
NPM :
27211472
Kelas :
2EB08
Tanggal Review : 5 Mei 2013
Judul :
Perlindungan Hukum Kreditor Dalam Kepailitan (Studi Kasus terhadap peninjauan kembali)
Pengarang :
Wisnu Ardytia
PERLINDUNGAN
HUKUM KREDITOR DALAM KEPAILITAN
(STUDI
KASUS TERHADAP PENINJAUAN KEMBALI)
Oleh
:
Wisnu
Ardytia
PROGRAM
STUDI MAGISTER
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2009
BAB
III
HASIL
PENELITIAN DAN ANALISIS
B.
PENYELESAIAN HARTA PAILIT HARTA
DEBITOR KEPADA PARA DEBITOR SEHUBUNGAN DENGAN DEBITOR
MEMPAILIKAB DIRI.
Peraturan Kepailitan yang ada di Indonesia masih
banyak mempunyai kekurangan-kekurangan, khususnya yang berkaitan dengan
pengajuan kepailitan yang dilakukan oleh debitor sendiri. Hal ini memberikan
akibat yang merugikan di pihak kreditor, sebagai lembaga pemberi dana bagi
perusahaan yang pailit.
Masalah yang sering timbul di dalam Undang-Undang
No. 4 Tahun 1998 tidak terdapat batasan tentang hutang yang jelas, tetapi di
dalam UUKPKPU terdapat batasan tentang hutang yang merupakan kewajiban yang
dinyatakan dalam jumlah utang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang
asing, baik secara langsung maupun koninjensi.
Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menentukan bahwa harta kekayaan debitor pailit tidak hanya sekedar untuk
menjamin kewajiban untuk melunasi hutang kepada kreditor. Hal ini menjelaskan
bahwa suatu perikatan yang dilakukan antara debitor dan kreditor karena adanya
perjanjian antara kreditor dan debitor sehinga akan menimbulkan hak dan
kewajiban antar kedua belah pihak. Hak dan kewajiban kedua belah pihak tersebut
akan menimbulkan suatu akibat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Permohonan
kepailitan yang dilakukan oleh PT. pengajuan permohonan kepailitan tersebut
jauh dari asas keadilan bagi penyelesaian kepailitan antara debitor dan
kreditor, terutama bagi kreditor yang mempunyai. Undang-Undang Kepailitan yang
berlaku baik Undang-Undang No.4 Tahun 1998 maupun UUKPKPU, karena secara substansial
tidak ada perubahan dalam syarat-syarat pengajuan permohonan kepailitan.
Pada kenyataannya, syarat-syarat tersebut belum representative dalam
melindungi hak-hak kreditor pada umumnya.
2. Peraturan
kepailitan di Indonesia adalah Undang-Undang No.4 Tahun 1998 yang kemudian
diperbaharui menjadi UUKPKPU.
B. Saran
1. Peraturan
kepailitan di Indonesia, sebaiknya memuat ketentuan yang mengatur bahwa dalam
hal salah satu pihak mengajukan permohonan kepailitan ke Pengadilan Niaga diharuskan
untuk meminta persetujuan atau atas sepengetahuan pihak yang lain. Hal ini
dimaksudkan agar antara pihak debitor dan kreditor terjalin komunikasi,
sehingga dapat menemukan jalan keluar yang lebih baik sebelum masalah
kepailitan ini diajukan ke Pengadilan Niaga.
2. Di
dalam peraturan kepailitan di Indonesia hendaknya memuat sanksi-sanksi pidana yang
khusus tentang masalah kepailitan terlepas dari Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata untuk lebih melindungi para pihak yang dirugikan, karena pada dasarnya masalah-masalah
kepailitan berawal dari suatu perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah
pihak, yaitu debitor dan kreditor, sehingga secara otomatis akan menimbulkan
hak dan kewajiban antara keduanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Asikin, Zainal, 2000, Hukum
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di
Indonesia, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Black, Henry Campbell, 1968, Black
Laws Dictionary, West Publishing.
Co, Minessotta.
Fuady, Munir, 1999, Hukum Pailit 1998
(Dalam Teori Dan Praktek),
Ctk.Pertama, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Hartini, Rahayu, 2007, Edisi Revisi
Hukum Kepailitan, UMM Press,
Malang.
Hoff, Jerry, 2000, Undang Undang
Kepailitan Indonesia, Penerjemah
Kartini Mulyadi, P.T. Tatanusa, Jakarta.
Irawan Bagus, 2007, Aspek-Aspek Hukum
Kepailitan; Perusahaan;
dan Asuransi,
Alumni, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar