Selasa, 30 Oktober 2012

Wajah Koperasi Indonesia saat ini (SOFTSKILL)



Nama        : Wulan Fatharani Azizah
NPM         : 27211472
Kelas         : 2EB08


WAJAH KOPERASI DI INDONESIA SAAT INI
Mendefinisikan seperti apa kondisi perkoperasian di tanah air sekarang sama peliknya dengan upaya mensinergikan entitas gerakan koperasi yang tercerai berai saat ini. Sementara setumpuk persoalan  hampir mengendap dan nyaris membatu diperam waktu.
 Pada saat ini dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, maka gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu di seluruh dunia. Dimasa lalu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang berbicara koperasi sering dengan pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi”. Dalam hal ini resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan digalang secara internasional.
              Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
            Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.
            Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.

Potret Koperasi Indonesia

Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.

Pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan, disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD.

Posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
  1. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
  2. Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah.

Mengapa koperasi Indonesia sulit berkembang?
Koperasi merupakan badan usaha bersama yang bertumpu pada prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh koperasi seperti efisiensi biaya serta dari peningkatan economies of scale jelas menjadikan koperasi sebagai sebuah bentuk badan usaha yang sangat prospekrif di Indonesia. Namun, sebuah fenomena yang cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan mati suri dalam 15 tahun terakhir. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau justru malah mengalami kemunduran.

Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang sebagai memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu “dikasihani”.

Permasalahan yang dihadapi koperasi di Indonesia
Secara umum, ada dua kelompok permasalahan yang dihadapi perkoperasian di Indonesia yang membuat koperasi di Indonesia menjadi sangat sulit untuk berkembang, yaitu:

a.  Permasalahan yang berasal dari dalam organisasi koperasi

Masalah-masalah yang timbul karena kelemahan-kelemahan dari segi intern organisasi itu sendiri. Yang dapat dikatagorikan permasalahan yang datang dari dalam, yaitu:

1.  Pengelolaan sebagian besar koperasi di Indonesia kurang professional

Hal ini disebabkan karena sebagian besar para pengurus atau pengelola koperasi tersebut kurang berpendidikan, keahlian, keterampilan serta wawasan, sehingga si pengelola kurang tanggap, kurang fleksibel dalam membaca kesempatan serta peluang-peluang yang ada dan selalu ketinggalan dari Badan Usaha Umum lainnya. Adanya keterbatasan dana yang membuat koperasi kurang berkembang, sementara untuk menggunakan orang yang memiliki kualifikasi yang profesional koperasi kurang mampu untuk membayar gajinya. Dan biasanya, sebagian besar orang enggan mengambil pekerjaan ini karena faktor imbalannya yang kecil dengan tanggung jawab yang besar.

2. Kurangnya Permodalan Koperasi

Kekurangan permodalan ini merupakan masalah yang umum sekali yang dihadapi oleh perkoperasian di Indonesia, dimana hal ini diantaranya disebabkan oleh:

a.  Kelemahan dalam pembentukkan modal sendiri

Hal ini disebabkan karena usaha koperasi yang kurang berkembang dan SHU (Sisa Hasil Usaha) yang diperoleh juga kecil

b.  Kelemahan dalam menarik sumber modal dari luar organisasi

Hal ini karena faktor kepercayaan dan kesadaran masyarakat serta partisipasi masyarakat yang masih kurang terhadap koperasi. Kekurangpercayaan dan partisipasi ini juga karena melihat perkembangan koperasi dan usahanya yang sangat lambat

c. Karena kurangnya inisiatif dan upaya sendiri dalam meningkatkan permodalan, hal ini karena kebiasaan ketergantungan pada subsidi atau sokongan permodalan yang berasal dari pemerintah.

3.  Kurangnya efisiensi organisasi dan usaha koperasi

Kurangnya efisiensi organisasi karena sebagian besar anggota koperasi kurang berpendidikan, sehingga mengalami kesulitan dalam memberikan petunjuk atau pengarahan, serta pelaksanaan rapat anggota tidak efektif. Sedangkan, kurang efisiensinya usaha koperasi karena skala usaha yang kurang berkembang, sehingga dalam skala usaha yang terbatas tentunya tingkat biaya akan lebih besar.

4.  Kurangnya inisiatif dan upaya sendiri dalam mengembangkan koperasi atau masih lemahnya sifat kemandirian bagi sebagian besar koperasi di Indonesia, yang disebabkan oleh faktor kebiasaan yang selalu tergantung pada subsidi, sokongan, ataupun bimbingan dan perlindungan pemerintah, dimana biasanya koperasi ini dijadikan oleh pemerintah sebagai penyalur bantuan (subsidi) pemerintah kepada masyarakat.
5.  Tingkat pendidikan sebagian besar anggota koperasi masih rendah dan bahkan ada yang tidak berpendidikan atau buta huruf. Kelemahan ini akan menyulitkan bagi koperasi dalam hal:

a.Memberikan pengarahan-pengarahan ataupun petunjuk tertulis kepada anggota,
b.Sulit untuk menyelenggarakan rapat anggota dan penerapan prinsip-prinsip serta sendi dasar koperasi secara efektif dan optimal.

6.  Masih banyak pengurus koperasi yang mempunyai Tugas Rangkap

Sebagian besar pengurus masih banyak yang mempunyai tugas rangkap seperti aparat pemerintah (pegawai negeri),guru, dll. Hal ini dapat menyebabkan pikiran tidak dapat dicurahkan secara optimal untuk kepentingan dalam pengembangan koperasi.

7.  Diverisifikasi usaha yang kurang berkembang

Disebabkan karena kurangnya bervariasi, sehingga koperasi hanya terpaku pada hal yang sama (monoton), kelemahan ini menjadikan usaha koperasi selalu kalah dalam bersaing dengan badan usaha lain yang diverisifikasi usahanya lebih berkembang.

B.  Permasalahan yang berasal dari luar organisasi koperasi

Masalah yang berasal dari luar organisasi koperasi, diantaranya:

1.  Semakin ketat persaingan dalam dunia usaha

Hal ini makin menyulitkan koperasi dalam berusaha karena persaingan terutama yang datang dari Badan Usaha Non-Koperasi yang memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan koperasi.

2.  Masih kurangnya kepercayaan dan kesadaran masyarakat terhadap koperasi

Pada masa ideologi politik PKI, koperasi banyak yang mengalami kegagalan karena penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus atau pengelolanya. Masalah ini menjadikan koperasi sulit untuk menghimpun anggota, sulit untuk menarik kepercayaan masyarakat untuk menanamkan modalnya pada koperasi.

3.  Masih kurangnya jalinan kerjasama koperasi

Koperasi sebenarnya memerlukan yang namanya kerjasama, karena kerjasama merupakan salah satu jalan yang sangat potensial dalam memperluas skala usaha, meningkatkan permodalan, atau mengembangkan usaha.

4.  Masih kurangnya partisipasi dari pihak lain dalam upaya meningkatkan koperasi

Hal ini dapat kita lihat masih kurang yakinnya perbankan dalam memberikan kredit kepada koperasi, walaupun dalam UU perbankan telah digariskan bahwa dalam memberikan kredit 20 % untuk koperasi.

5.  Keterbatasan sarana pendidikan dan latihan perkoperasian
Akademik koperasi di Indonesia hanya ada di beberapa kota tertentu saja. Masalah ini jelas menghambat bagi koperasi dalam meningkatkan pendidikan, keahlian ataupun keterampilan pengurus.

•Salah satu contoh sulitnya koperasi berkembang di Pedesaan

Sejumlah Koperasi Desa di daerah Jombang sulit berkembang karena minimnya akses bantuan modal. Besarnya jumlah bunga pinjaman membuat sejumlah anggota koperasi memilih keluar dari keanggotaan.


Kekurangan dan Permasalahan yang di hadapi Koperasi Indonesia

Koperasi sebagai salah satu unit ekonomi yang didasarkan atas asa kekeluargaan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, di Indonesia maupun dunia. Eksistensi koperasi sejak zaman dahulu telah banyak berperan dalam pembangunan Indonesia. 

Di Indonesia koperasi menjadi salah satuunit ekonomi yang mempunyai peran besar dalam memakmurkan Negara ini sejak zaman penjajahan hingga sekarang. Walaupun di Indonesia perkembangan koperasi maju, namun tidak sepesat perkembangan koperasi di Negara-negara maju. Ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1)   Gambaran koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak masyarakat Indonesia sehingga menjadi salah satu penghambat dalam pengenbangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar, maju dan memiliki daya saing dngan perusahaan-perusahaan yang besar.

2)  Perkembangan koperasi Indonesia yang berkembang bukan dari kesadaran masyarakat namun berasal dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke masyarakat, berbeda dari Negara-negara maju, koperasi berkembang berdasarkan kesadaran masyarakat untuk saling membantu dan mensejahterakan yang merupakan dari tujuan koperasi. Sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja, berbeda dengan Indonesia, pemerintah bekerja double, yaitu sebagai mendukung dan mensosialisasikan untuk masyarakat ke bawah.
3)  Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol  dari anggotanya sendiri terhadap pengurus.
4)  Manajemen koperasi yang belum professional, ini banyak terjadi pada koperasi-koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
5)  Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah melalui dana-dana segar tanpa pengawasan terhadap bantuan tersebut, sifat bantuannya tidak wajib dikembalikan, sehingga koperasi bersifat mannja dan tidak mandiri.

PERSOALAN DAN PEMECAHAN MASALAH YANG DIHADAPI KOPERASI          INDONESIA SAAT INI
 Permasalahan Koperasi
  • Permasalahan Internal
    • Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas;
    • Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa focus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan-perubahan lingkungan;
    • Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya;
    • Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat; hal ini mengakibatkan harga pokok yang relative tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi;
    • Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap; demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan;
    • Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi;
    • Dengan modal usaha yang relative kecil maka volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar-besaran; juga karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.
  • Permasalahan Eksternal
    • Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi;
    • Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
    • Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi; karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi;
    • Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarangtidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
Persoalan-persoalan yang dihadapi koperasi kiranya menjadi relative lebih akut, kronis, lebih berat oleh karena beberapa sebab :
  1. Kenyataan bahwa pengurus atau anggota koperasi sudah terbiasa dengan system penjatahan sehingga mereka dahulu hanya tinggal berproduksi, bahan mentah tersedia, pemasaran sudah ada salurannya, juga karena sifat pasar “sellers market” berhubungan dengan pemerintah dalam melaksanakan politik. Sekarang system ekonomi terbuka dengan cirri khas : “persaingan”. Kiranya diperlukan penyesuaian diri dan ini memakan waktu cukup lama.
  2. Para anggota dan pengurus mungkin kurang pengetahuan/skills dalam manajemen. Harus ada minat untuk memperkembangkan diri menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi.
  3. Oleh karena pemikiran yang sempit timbul usaha “manipulasi” tertentu, misalnya dalam hal alokasi order/ tugas-tugas karena kecilnya “kesempatan yang ada” maka orang cenderung untuk memanfaatkan sesuatu untuk dirinya terlebih dahulu.
  4. Pentingnya rasa kesetiaan (loyalitas) anggota; tetapi karena anggota berusaha secara individual (tak percaya lagi kepada koperasi) tidak ada waktu untuk berkomunikasi, tidak ada pemberian dan penerimaan informasi, tidak ada tujuan yang harmonis antara anggota dan koperasi dan seterusnya, sehingga persoalan yang dihadapi koperasi dapat menghambat perkembangan koperasi.
 Pemecahan Masalah Koperasi
1)      Partisipasi Anggota
Partisipasi merupakan factor yang paling penting dalam mendukung keberhasilan atau perkembangan koperasi. Dalam koperasi, semua program manajemen harus memperoleh dukungan dari anggota. Pihak manajemen memerlukan berbagai informasi yang berasal dari anggota, khususnya informasi tentang kebutuhan dan kepentingan anggota. Informasi ini hanya akan diperoleh jika partisipasi dalam koperasi berjalan baik.
Peningkatan partisipasi akan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab serta semangat dan kegairahan kerja. Tanpa partisipasi, anggota koperasi tidak akan dapat bekerja secara efisien dan efektif.
Suatu koperasi bisa berhasil dalam kompetisi jika seluruh anggota dapat memanfaatkan kemampuannya masing-masing dan bekerjasama untuk suatu tujuan yang akan dicapai.

2) Perhatian Pemerintah
Dengan adanya perhatian pemerintah secara penuh terhadap koperasi terutama dalam bantuan dana. Perhatian pemerintah dalam mengawasi perkembangan-perkembangan koperasi di Indonesia serta memberikan penyuluhan dan pendidikan yang baik bagi anggota dan pengurus koperasi.
Pemerintah untuk tidak bersifat sangat mencampuri kehidupan koperasi yang terutama bersifat menghambat perkembangan koperasi.
3) Manajemen Koperasi
Diperlukannya suatu manajemen dalam pelaksanaan koperasi, baik dari bentuk perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Manajemen koperasi sangat berfungsi dalam pengambilan keputusan yang tetap tak terlepas dari partisipasi anggota.
Apabila seluruh kegiatan koperasi berjalan teratur dan telah adanya pembagian tugas yang baik dan benar maka dasar manajemen koperasi sudah berjalan baik, tinggal melanjutkannya hingga pengambilan keputusan yang tepat dalam mempertahankan dan membangun koperasi.

Keberhasilan koperasi dalam melaksanakan peranannya antara lain sangat ditentukan faktor-faktor sebagai berikut:
v Kemampuan menciptakan posisi pasar dan pengawasan harga yang layak.
v Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal.
      Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia secara optimal untuk mempertinggi    efisiensi.
Terciptanya keterampilan teknis di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran
yang tidak mungkin dapat dicapai oleh anggota secara sendiri-sendiri.
Pembebanan resiko dari anggota kepada koperasi sebagai satu unit usaha, yang
selanjutnya kembali ditanggung secara bersama oleh anggotanya.
Pengaruh dari koperasi terhadap anggota yang berkaitan dengan perubahan sikap dan
perilaku yang lebih sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan, diantaranya
perubahan teknologi, pasar dan dinamika masyarakat.
Hubungan dan pola kerjasama koperasi dengan pelaku ekonomi lainnya haruslah serasi. Sifat hubungan tersebut haruslah saling menguntungkan dan tidak menimbulkan
ketergantungan koperasi kepada bangun ekonomi yang lain, serta dilandasi oleh pola
kerjasama antar koperasi sendiri secara horizontal dan vertikal. Pembangunan kerja sama
dengan pelaku ekonomi lainnya diprioritaskan pada pengembangan hubungan dengan
pengusaha menengah dan perusahaan besar milik negara.
meningkatkan daya guna dan hasil guna sarana dan sistem administrasi koperasi secara
terpadu melalui peningkatan profesionalisme, idealisme dan dinamika organisasi dengan
memanfaatkan sumber daya lembaga pembina koperasi secara optimal. Upaya ini
terutama ditujukan guna mendukung proses konsolidasi Gerakan Koperasi.
Dengan kedudukan dan peranan koperasi yang demikian dan sesuai dengan kebijaksanaan program pembangunan koperasi dalam era reformasi yang dititik beratkan pada upaya memandirikan koperasi, reposisi peran koperasi pada hakikatnya ditujukan menyelaraskan peran koperasi, sesuai dengan ide dan prinsip dasarnya. Di samping untuk mengembalikan tujuan pembangunan koperasi, reposisi koperasi diprogramkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi koperasi. 
Sebagai pedoman dasar dan arah yang jelas bagi pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era reformasi, maka di perlukan adanya Konsep Dasar Reposisi Peran Koperasi yang diaplikasikan dalam bentuk ”Pola Dasar Pengembangan Peran Koperasi”. Pola dasar tersebut memuat tujuan, pendekatan, manfaat dan sasaran reposisi peran koperasi. Pedoman dasar dan arah pengembangan koperasi ini baru akan bermanfaat jika dilaksanakan secara konsisten dan bersungguh-sungguh. Di samping itu, partisipasi aktif para pengusaha kecil yang anggota koperasi, juga sangat menentukan keberhasilan pembangunan koperasi. Karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan partisipasi mereka perlu dikembangkan secara terus menerus, melalui pembuktian kongkrit manfaat koperasi dan tidak hanya melalui penyuluhan, pendidikan dan pelatihan yang lebih bersifat normatif.
Sejalan dengan pengembangan eksistensi koperasi, dalam kondisi krisis ekonomi, gIobaIisasi ekonomi dunia sekarang ini, upaya untuk mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pembangunan koperasi adalah sangat penting. Keikutsertaan warga masyarakat sebagai pelaku ekonomi tersebut diperlukan dalam upaya mencapai sasaran-sasaran makro pembangunan ekonomi yaitu penyembuhan ekonomi nasional. Hal tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa pembangunan koperasi tidak dapat lagi hanya disandarkan pada pendanaan dari pemerintah, terlebih lagi dengan kondisi keuangan pemerintah sekarang ini yang semakin menyempit karena lebih banyak bersandar pada pinjaman dari luar negeri (terutama IMF).
Jika dari sisi yang satu penyembuhan ekonomi nasional diharapkan dapat dipercepat dengan mengembangkan eksistensi usaha kecil dan koperasi, namun di sisi lain terlihat bahwa kebijaksanaan makro pembangunan ekonomi masih memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para pengusaha besar terutama di sektor moneter. Kebijaksanaan moneter khususnya di bidang perkreditan adalah penyebab utama kehancuran sistem ekonomi Indonesia yang harus dibayar bukan saja dari segi materi tetapi juga biaya sosial (social cost) yang sangat besar. Untuk itu mutlak diadakan reformasi total di bidang moneter secara lebih khususnya adalah reformasi kredit (credit reform). Paradigma pembangunan yang menitik beratkan pada pertumbuhan, dengan asumsi akan menciptakan efek menetes ke bawah jelas-jelas sudah gagal total karena yang dihasilkan adalah keserakahan yang melahirkan kesenjangan. Pembangunan pertumbuhan, memang perlu tetapi pencapaian pertumbuhan ini hendaknya melalui pemerataan yang berkeadilan.

Tantangan Indonesia  dan Bagaimana Koperasi Menyikapinya
Pekan lalu baru saja diadakan pertemuan antara menteri perdagangan dan perindustrian ASEAN, Australia, dan Selandia Baru di Istana Negara. Pertemuan tersebut menyepakati akan dibentuknya zona perdagangan bebas ( free trade agreement) pada tahun 2007. Bulan November mendatang hal ini akan dibahas kembali oleh para pemimpin negara di tingkat konferensi tingkat tinggi (KTT). Skema serupa juga berlangsung dalam hubungan ASEAN dengan Korea Selatan, Jepang, dan China.
Berbagai hal tersebut semakin menunjukkan bahwa globalisasi terus-menerus menjadi isu yang perlu menjadi perhatian kita semua. Saat ini kita telah banyak mengikat janji dan memberikan komitmen-komitmen pada globalisasi. Apabila kita lakukan pencatatan, Indonesia telah terikat banyak dengan berbagai schedule of commitment, bukan hanya terkait dengan AFTA, tetapi juga dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Kerja Sama Asia Pasifik (AP EC), baik untuk sektor jasa maupun sektor rill.
Kesepakatan tersebut pada akhirnya menuntut kita melakukan pembenahan diri maupun konsolidasi di dalam negeri, balk dari sisi efisiensi maupun peningkatan daya saing. Jika pembenahan tidak dilakukan, perekonomian dalam negeri tentu akan kedodoran menghadapi serbuan korporasi dan produk-produk multinasional.
Pembenahan harus dilakukan oleh semua sektor, bukan hanya perusahaan atau korporasi besar, tetapi juga oleh usaha-usaha menengah dan kecil, termasuk di dalamnya koperasi, apabila mereka masih ingin bertahan hidup.

Harapan untuk koperasi indonesia kedepannya
Diharapkan, koperasi-koperasi di Indonesia dapat mengambil segi positif dari koperasi-koperasi yang ada di dunia. Dan juga memodern-kan koperasi di Indonesia agar banyak peminatnya yang mau ikut serta dalam perjalanan sistem ekonomi satu ini. memodern-kannya bisa dalam segi manajemen koperasi  dan lain-lain. Seperti contoh Koperasi Artha Sarana Jahtera yang menurut saya cukup modern jika di lihat dari segi koperasi pada umumnya, karena koperasi tersebut bukan hanya menyediakan simpan pinjam, melainkan menyediakan kredit tanpa anggunan dan kredit kepemilikan rumah. Bukan hanya itu, koperasi ini juga berniat bekerjasama dengan Bursa Efek Indonesia. Bisa diliat juga dari segi manajemen koperasi tersebut, mereka memang aktif dalam mengurusi koperasi tersebut.
Dalam proses pembangunan ekonomi, kita menyadari kerap terjadi sektor-sektor yang terpinggirkan atau terlupakan, baik oleh para pelaku ekonomi maupun para pengambil kebijakan. Biasanya yang terpinggirkan ini adalah mereka yang bergerak di usaha kecil, mikro, menengah, dan beberapa jenis badan usaha yng kurang mendapat arah, seperi koperasi. Padahal, usaha kecil tidak pernah mempersoalkan kenapa mereka menjadi kecil. Mereka memahami adanya perbedaan kemakmuran, besar-kecil, sebagai bagian yan tidak terhindarkan dalam sistem ekonomi seperti yang kita alami saat ini. Namun persoalannya bukanlah pada lebih atau kurang, tapi lebih kepada sebuah etos : jangan mengambil segalanya sehingga tidak tertinggal apapun bagi orang lain. Tidaklah berlebihan apabila ditengah upaya kita menghadapi pasar bebas dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak terhindarkan. Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut. Oleh karena itu kita semua berupaya mengangkat atau membawa kembali koperasi kedalam mainstream pembangunan bangsa. Semoga pada akhir hari nanti, bukan hanya pertanyaan-pertanyaan mengenai harapan koperasi tetapi juga jawaban yang bermakna dan konkret bagi pengembangan koperasi di era globalisasi.

   

Sumber :
wordpress.com/2009/11/17/i-persoalan-dan-pemecahan-masalah-yang-dihadapi-koperasi-indonesia-saatini