Nama : Wulan Fatharani Azizah
NPM : 27211472
Kelas :
2EB08
Tanggal Review :
4 Mei 2013
Sumber :
eprints.undip.ac.id/17770/1/Wisnu_Ardytia.pdf
PERLINDUNGAN
HUKUM KREDITOR DALAM KEPAILITAN
(STUDI
KASUS TERHADAP PENINJAUAN KEMBALI)
Oleh
:
Wisnu
Ardytia
PROGRAM
STUDI MAGISTER
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2009
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
TINJAUAN
TENTANG KEPAILITAN
A.1.
Pengertian Kepailitan
Istilah
pailit jika ditinjau dari segi istilah, dapat dilihat dalam perbendaharaan
bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda.
Dalam bahasa Perancis istilah failie
yang artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran sehingga orang
yang mogok atau macet atau berhenti membayar disebut le failli. Sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
“o fail”.
Di
dalam bahasa Indonesia sendiri kepailitan berarti segala hal yang berkaitan
dengan pailit. Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary dapat kita simpulkan bahwa pengertian pailit
dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar” dari seorang (debitor) atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai
dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, pernyataan permohonan pailit ke
pengadilan atas permintaan pihak ketiga baik secara sukarela oleh debitor
sendiri.
Didalam
Pasal 2 ayat (1) menentukan : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor
dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
dialih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.
Istilah berhenti membayar diartikan dalam keadaan tidak dapat membayar utang-utangnya ketika diajukan permohonan pailit ke pengadilan. Keadaan debitor yang perusahaannya dalam keadaan berhenti membayar utangnya disebut dengan insolvable.
Dalam pasal 1
ayat (1) : Kepailitan adalah sisa umum atas semua kekayaan debitor pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
A.2. Pengaturan Kepailitan
Sejak tahun 1905
Pemerintah melakukan penyempurnaan terhadap peraturan hukum kepailitan dengan
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan agar para kreditor luar negeri maupun
dalam negeri mendapat kepastian hukum.
Semua hal yang berkaitan
dengan masalah kepailitan oleh pemerintah diatur dalam Undang-Undang. Satu hal
yang baru dalam Undang-Undang kepailitan yaitu diperkenalkannya asas hukum yang
disebut Verpliche Procueur Selling
yang artinya setiap permohonan kepailitan harus diajukan oleh penasehat hukum
yang mempunyai ijin praktek.
A.3. Sejarah Hukum
Kepailitan
Jika ditelusuri sejarah
hukum tentang kepailitan kata bangkrut yang dalam bahasa Inggris disebut
bankrupt, pada abad pertengahan di Eropa terjadi praktik kebangkrutan yang
dilakukan dengan menghancurkan para banker atau pedagang yang melarikan diri
secara diam-diam dengan membawa harta para kreditornya.
Peraturan yang
diberlakukan di Indonesia merupakan akibat dari perbedaan antara pedagang dan
bukan pedagang. Dengan adanya dua macam peraturan tersebut sehingga menimbulkan
banyak kesulitan dalam pelaksanaannya seperti biaya tinggi, pengaruh kreditor terhadap
jalannya kepailitan terlalu sedikit, serta pelaksanaan kepailitannya memakan
waktu lama. Saat ini terjadi banyaknya masalah dengan kredit macet yang dinilai
oleh para ahli ekonomi tidak hanya menimbulkan krisis perbankan maupun krisis
ekonomi, tetapi juga menimbulkan masalah sosial yang luas didalam masyarakat
seperti masalah tenaga kerja dan aspek-aspek sosial lainnya yang menyangkut
kepentingan Korporasi baik sebagai Kreditor ataupun Debitur. Penyelesaian
masalah utang tersebut harus dilakukan dengan cepat dan efektif. Selama ini
masalah Kepailitan dan penundaan kewajiban membayar utang, tidak sepenuhnya
sesuai dengan kebutuhan penyelesaian masalah kepailitan termasuk masalah
penundaan kewajiban pembayaran utang secara adil, cepat, dan efektif.
Dalam perkembangannya,
Perpu Kepailitan ini ditingkatkan statusnya menjadi Undang-Undang yang dikenal
dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 menjadi Undang-Undang yang kemudian
disempurnakan kembali dengan UUKPKPU.
Kehadiran Undang-Undang
No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(UUKPKPU) para pelaku bisnis yang sedang menghadapi masalah sengketa utang piutang
diharapkan dapat membantu penyelesaiannya.
0 komentar:
Posting Komentar