Senin, 06 Mei 2013

Review 16 : Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus PT.BANK Danamon Indonesia, TBK Cabang Semarang)



Nama                            : Wulan Fatharani Azizah
NPM                             : 27211472
Kelas                            : 2EB08
Tanggal Review           : 5 Mei 2013
Judul                            : Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus
                                       PT.BANK Danamon Indonesia, TBK Cabang Semarang)
Pengarang                    : Yunianto Sukaredjo
Sumber                         : http://eprints.undip.ac.id/17754/1/YUNIANTO__SUKAREDJO.pdf





PENYELESAIAAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN
HAK TANGGUNGAN (STUDI KASUS DI PT. BANK
DANAMON INDONESIA, TBK CABANG SEMARANG)


Oleh :
YUNIANTO SUKAREDJO

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009






BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1.2.2. Penyelesaian kredit melalui jalur peradilan
Penyelesaian kredit melalui prosedur hukum dapat ditempuh dengan melakukan :
a        a.   Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan negeri.
b.   Penyelesaian kredit melalui jalur pengadilan niaga.

1.2.3.  Penyelesaian Kredit Melalui Jalur Pengadilan Negeri.

Penyelesaian kredit melalui pengadilan hanya akan ditempuh oleh bank apabila debitur atau penjamin debitur masih mempunyai harta kekayaan yang dapat digunakan untuk melunasi hutang debitur ataupun berlaku bagi debitur yang tidak beritikad baik untuk melunasi hutangnya kepada bank. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur pengadilan merupakan the last action yang ditempuh oleh sebagian besar bank-bank swasta, karena untuk bank-bank milik pemerintah. Upaya penyelesaian kredit oleh bank melalui pengadilan
dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu :
1        1. Bank mengajukan gugatan kepada debitur dan atau penjamin karena telah
              melakukan wanprestasi atas kredit yang telah diberikan oleh bank.
2.    Bank mengajukan eksekusi terhadap agunan kredit debitur yang telah diikat secara sempurna.

Secara singkat acara pemeriksaan persidangan meliputi :
1. Sidang Pertama, Ketua Majelis menawarkan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian, namun apabila kedua belah pihak sepakat untuk meneruskan perkara.
2. Sidang kedua, penyerahan jawaban gugatan dari tergugat atau para tergugat jika tergugatnya lebih dari satu.
3.   Sidang ketiga, penggugat setelah menerima jawaban dari tergugat atau para tergugat maka pada sidang ketiga ini akan menyerahkan Replik.

Adapun upaya hukum yang dapat ditempuh adalah dengan mengajukan :

1. Upaya hukum Banding.
Para pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri dapat upaya hukum banding selambat-lambatnya 14 hari sejak dibacakannya putusan yang selanjutnya 14 hari setelah permohonan banding diajukan pembanding.

2. Upaya hukum Kasasi.
Atas perkara yang diajukan banding selanjutnya majelis hakim tingkat banding akan menjatuhkan putusan dan bilamana pihak ada pihak yang merasa dikalahkan maka dapat dilakukan upaya hukum kasasi.

3. Upaya hukum Peninjauan Kembali.
Upaya hukum peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa yang dapat ditempuh bilamana dalam putusan kasasi di Mahkamah Agung pihak yang berperkara merasa berkeberatan atas isi putusan.

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah :
a.     Debitur
b.    Seorang atau lebih kreditur
c.     Kejaksaan (untuk kepentingan umum)
d.    Bank Indonesia (dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank.
e.     Bapepam (dalam hal yang menyangkut debitur yang merupakan perusahaan efek)

       Sedangkan kriteria debitur yang dapat diajukan pailit adalah :
a   a.  Debitur yang mempunyai hutang pada 2 (dua) atau lebih kreditur.
   b. Debitur tidak membayar minimal 1 (satu) utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Tujuan PKPU adalah menghindarkan debitur pada keadaan tidak mampu membayar utang untuk sementara waktu agar debitur tersebut tidak dinyatakan pailit.

Pada setiap upaya penyelesaian kredit hal prinsip yang harus dipersiapkan dan diperhatikan adalah mencakup banyak aspek baik atas prosedur pemberian kredit, pencairan kredit ataupun dari sisi kelengkapan dokumen kredit serta dokumen-dokumen terkait lainnya. Kecukupan agunan atau collateral coverage dari nilai agunan kredit debitur.


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
a.  Pada asasnya kasus kredit bermasalah ini adalah persoalan perdata yang menurut terminologi hukum perdata, hubungan antara debitor dengan kreditor selaku pemberi kredit merupakan hubungan utang piutang.
b. Bahwa adalam kenyataannya penyelesaian kredit macet yang dijamin dengan hak tanggungan adalah dalam prakteknya belum dimanfaatkan secara optimal oleh kalangan perbankan.

 Saran
a.     Sebaiknya pihak bank lebih tegas lagi dan berhati-hati dalam memberikan kredit kepada nasabah serta lebih mengoptimalkan penyelesaian kredit.
b. Apabila dalam menyelesaikan kredit macet dengan menggunakan pranata penjualan dibawah tangan.
c.   Kreditur harus memilih calon penjamin memiliki kredibilitas dan karakter yang baik.
d.  Pengikatan kredit yang dibuat harus sempurna (jangan sampai terjadi cacat hukum) baik mengenai perjanjian pokoknya (perjanjian kredit) maupun perjanjian tambahannya.



DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Bandung

Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah

Bayu Seto, 2000, Beberapa Hal Tentang Itikad Baik dan Tanggung Jawab, Pusat studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahiangan, Bandung.

C.S.T. Kansil, 1999. Kitab - Kitab Undang - Undang Hukum Perusahaan, Jakarta : Pradnya  
Paramita.

Djohari Santoso dan Ahmad Ali, 1990, Hukum Perjanjian Indobesia, Yogyakarta : Yayasan Badan Penerbit Gajahmada.

Gatot Supramono, 1997, Perbankan dan Masalah kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan.

Lexy J. Moleong, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

R. Setiawan, 1994, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Bina Cipta.

Rachmadi Usman, 2001, Aspek - aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


Soerjono Soekanto, 1998. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, cetakan 3. Soetrisno Hadi.

Review 15 : Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus PT.BANK Danamon Indonesia, TBK Cabang Semarang)



Nama                           : Wulan Fatharani Azizah
NPM                            : 27211472
Kelas                           : 2EB08
Tanggal Review          : 5 Mei 2013
Judul                           : Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus
                                      PT.BANK Danamon Indonesia, TBK Cabang Semarang)
Pengarang                   : Yunianto Sukaredjo
Sumber                       : http://eprints.undip.ac.id/17754/1/YUNIANTO__SUKAREDJO.pdf





PENYELESAIAAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN
HAK TANGGUNGAN (STUDI KASUS DI PT. BANK
DANAMON INDONESIA, TBK CABANG SEMARANG)


Oleh :
YUNIANTO SUKAREDJO

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2009





BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1.    Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam penyelesaian kredit macet di Bank Danamon, tbk Semarang.

Proses pemberian kredit merupakan suatu rangkaian tindakan yang terencana dengan menekankan prinsip kehati-hatian dalam mengelola resiko kredit. Ada 4 (empat) unsur pokok kredit yang harus selalu ada terdiri atas :

1.  Kepercayaan, dalam hal ini diartikan bahwa setiap pelepasan/ pemberian kredit harus selalu dilandasi dengan keyakinan oleh pihak bank.
2. Waktu, dalam hal ini berarti antara pelepasan/ pemberian kredit oleh bank dengan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan.
3.    Risiko, dalam hal ini berarti bahwa setiap pelepasan/ pemberian kredit jenis apapun akan terkandung resiko didalamnya.
4.    Prestasi, dalam hal ini berati bahwa setiap kesepakatan yang terjadi antara bank dengan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit.

a.    Penyelamatan Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolekbilitas macet atau kredit yang memiliki kolekbilitas diragukan yang mempunyai potensi macet, sedangkan kredit macet adalah kredit yang atas angsuran pokoknya tidak dapat dilunasi lebih dari 2 (dua) masa angsuran.

Secara garis besar solusi atau upaya penanganan kredit bermasalah dapat ditempuh melalui 2 (dua) upaya tempuh yaitu melalui tindakan :

1.    Penyelamatan kredit.
2.    Penyelesaian kredit.


Tindakan penyelamatan kredit dapat ditempuh dengan upaya : Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang. Secara khusus rescheduling bertujuan untuk :
- Debitur dapat menyusun dana langsung “cash flow” secara lebih pasti.
- Memastikan pembayaran yang lebih tepat.
- Memungkinkan debitur untuk mengatur pembayaran kepada pihak lain selain bank.

 Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimun saldo kredit.

Upaya penyelamatan kredit secara reconditioning bertujuan untuk :

           - Menyempurnakan legal documentation.
           - Menyesuaikan kemampuan membayar debitur dengan kondisi
              yang terjangkau oleh debitur (angsuran pokok, denda, bunga, penalti dan
              biaya-biaya lainnya).
           - Memperkuat posisi bank.

Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit.
Secara khusus restructuring bertujuan untuk :
     - Memberikan kesempatan kepada debitur untuk berusaha kembali melalui    
       penambahan dana oleh bank,
     - Memperbaiki kollekbilitas pinjaman debitur melalui tunggakan bunga, denda, pinalti
       ataupun biaya-biaya lainnya.
    - Memperkecil tindakan penyelamatan atas kredit dengan kollebilitas pinjaman kurang
      lancar, diragukan dan macet.

Pengamanan kredit mempunyai dua sifat pokok yaitu pengamanan preventif dan pengamanan represif. Pengamanan preventif adalah pencegahan kemacetan kredit, sedangkan pengamanan represif ditujukan untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami ketidak-lancaran ataupun kemacetan.

1.1.        Penyelesaian Kredit bermasalah

 Tindakan penyelesaian kredit dapat ditempuh dengan melalui 2 (dua) tahap penyelesaian yaitu :

1        1.      Penyelesaian kredit diluar peradilan (out of court settlement).
2.   Penyelesaian kredit melalui jalur peradilan.

1.2.1. Penyelesaian kredit diluar Peradilan (out of court
settlement).

Pendekatan secara persuasif demikian lebih dikenal dengan sebutan “the informal work out” (TIWO). TIWO seringkali menghasilkan penyelesaian kredit yang justru memberikan win-win solution bagi para pihak. Tindakan TIWO yang dapat dijalankan oleh bank meliputi :

1. Pendekatan Biaya.
a.     Bank harus mampu menjelaskan kepada debitur bahwa upaya bank dalam penyelesaian kredit secara intern
b.  Bank memberikan saran kepada Debitur agar bersedia menjual atau mencairkan harta kekayaan lain yang tidak diagunkan ataupun mencari investor yang bersedia melunasi/menyelesaikan kredit debitur.

2        2.  Pendekatan psychologis.
Pendekatan psychologis dengan debitur dan memberikan pengertian bahwa penyelesaian formal justru akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi debitur karena :

a.     Penyelesaian formal dapat dimungkinkan justru akan mencemarkan nama baik debitur.
b. Memberikan image bahwa secara magis kebiasaan cidera janji akan mengakibatkan kendala bagi bisnis debitur atau bahkan akan membawa kesialan.

c.   Penyelesaian kredit secara in formal akan segera dapat menuntaskan permasalahan dan   cenderung tidak berlarut larut. 

Review 14 : Kedudukan Kreditor Separatis Dalam Kepailitan


Nama                           : Wulan Fatharani Azizah
NPM                            : 27211472
Kelas                           : 2EB08
Tanggal Review          : 5 Mei 2013
Judul                            : Kedudukan Kreditor Separatis Dalam Kepailitan
Pengarang                    : Sri Muryanto
Sumber                         : http://eprints.undip.ac.id/13242/1/2005MIL3973.pdf




KEDUDUKAN KREDITOR SEPARATIS
DALAM KEPAILITAN

Oleh :
SRI MURYANTO

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM KAJIAN HUKUM EKONOMI UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2005






BAB III
Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Hambatan-hambatan Bagi Para Kreditor Untuk Memperoleh Kembali Haknya Atas Harta Debitor Yang telah Dinyatakan Pailit

                    Tidak ada keinginan tanpa hambatan, termasuk para Kreditur, baik Kreditur Konkuren, Kreditur Preferen dan Kreditur Separatis untuk memperoleh hartanya kembali, terutama harta yang masih berada di tangan debitur pailit. Melalui Kurator atau kuasanya dan dengan cara sendiri yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1  Bagi Kreditor Konkuren
                    Dalam pasal 67 C Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 : Kurator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit

2.2  Bagi Kreditor Preferen
                    Dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, petugas pajak di lapangan seringkali menemukan kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang berkaitan dengan pihak-pihak lain.

2.3  Bagi Kreditor Separatis
                    Dalam perkara kepailitan, sebagai Kreditor Separatis yang mempunyai hak mendahulu, maka dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 56 A Undang-Undang No. 4 tahun 1998, setiap Kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.  
        
Upaya-Upaya Yang Dapat Dilakukan Para Kreditor Untuk Mengatasi Hambatan-Hambatan Memperoleh Kembali Haknya Atas Harta Debitor Yang Dinyatakan Pailit
                    Dalam mengupayakan kembalinya piutang yang seharusnya diterima oleh para Kreditur, maka ada beberapa macam upaya yang harus dilakukan oleh Kurator dengan sepengetahuan Hakim Pengawas dan dapat pula dilakukan sendiri-sendiri terutama bagi Kreditur Preferen maupun Kreditur Separatis melalui hak istimewa maupun hak mendahulu untuk memperoleh harta Debitur pailit.

1.3  Yang Dilakukan Kreditor Konkuren
                  Pasal 67 Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan pembenahan harta pailit, termasuk inventarisasi, menjaga dan memelihara agar harta pailit tidak berkurang dalam jumlah dan nilai, bahkan Kurator harus berusaha agar harta pailit bertambah dalam jumlah dan nilai.

1.4  Yang Dilakukan Kreditor Preferen
              Negara sebagai Kreditur Preferen dalam melakukan penagihan terhadap debitur pailit dengan mengeluarkan Surat Paksa. Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator dan Hakim Pengawas yang telah ditetapkan (ditunjuk) oleh Hakim Pemutus perkara permohonan Pernyataan sedangkan terhadap Wajib Pajak Badan yang dinyatakan dalam likuidasi.



BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
1.     Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit di Pengadilan Niaga
Yang dapat mengajukan permohonan Pernyataan Pailit ke Pengadilan Niaga adalah Debitor itu sendiri ataupun oleh Kreditor Separatis (dilihat pasal 2 Undang-Undang N0. 37 tahun 2004). Karena pemeriksaan perkara Kepailitan harus bersifat sederhana.

Sedangkan mengenai pengajuan permohonan Pernyataan Pailit oleh Kreditor Separatis sudah tidak dipermasalahkan lagi, karena Undang-Undang sudah mengaturnya. Disamping itu yang lebih menarik bahwa sebagai Kreditor Preferen dan dapat pula menjadi Kreditor Konkuren.

SARAN
1.    Karena sifat dari perkara Kepailitan sederhana, maka tidak perlu Majelis, akan tetapi cukup Hakim tunggal, dan Debitor perorangan tidak perlu didampingi Penasehat Hukum, sebagai yang terdapa di Pengadilan Negeri sekarang ini.
2.    Apabila kecurangan-kecurangan dilakukan dengan sengaja baik itu dilakukan oleh Debitor maupun Kurator sehingga menimbulkan kerugian maka kepada siapa saja yang melakukan kecurangan harus berhadapan ketentuan-ketentuan yang berlaku, misalnya penyederhanaan, Surat Paksa maupun ketentuan pidana lain yang berlaku.



DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto, 1998. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press

Soetrisno Hadi, 1985, Metodologi Reseacrh Jilid II, Jogjakarta : Yayasan Penertbit fakultas Psikologi UGM.

Sutardja Sudrajat, 1997, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya, Bandung : Mandar Maju. Untung Budi, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta.

3.    Peraturan Perundang-undangan

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Undang-Undang Nomor 49 Peraturan Pemerintah Tahun 1960 tentang Panitia
   Urusan Piutang Negara.
- Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
- Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tantang Hak Tanggungan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Tentang Peradilan Umum, Undang - Undang Nomor 8 tahun 2004.


Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004.