Struktur Produksi, Distribusi
Pendapatan, dan Kemiskinan
30 April
Nama : Wulan Fatharani Azizah
Kelas : 1EB10
NPM :23211472
Mata Kuliah : Perekonomian Indonesia
A.
Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa
pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir, yang
biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur
produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi
kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi
nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi
nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan
pembangunan ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami
perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan
tersier. Perubahan struktur produksi
dapat terjadi karena :
- Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
- Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
- Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal
tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier,
dan industri. Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi
maka pada akhir Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser
dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.
B. Pendapatan nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh
rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor
produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.- Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah
produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam
batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP
ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan.
Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan
penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. Pendekatan produksi bias dicari
dengan Yield = (P1 x Q1) + (P2 x Q2) +…. (Pn x Qn)
- Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB
meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu
negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa
yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak
termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara
tersebut. Pendekatan ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Y=C+I+G (X-M)
Keterangan :
Y=Yield
C=Consumption
I=investement
G=government expenditure
X=export
M=import
- Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah
pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat
sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang
pajak tidak langsung.
Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan
kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
Pendekatan ini
dapat dirumuskan :
Y=r+w+i+p
Keterangan :
Y= Yield
R=rent
W=wage
I=interest
P=profit
- Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah
pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk
pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan
perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer
payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa
produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun
lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para
pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk
mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak
laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba
yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk
beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran
pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan
dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi
bekerja).
- Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk
dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi
tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh
dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung
(direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak
lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak
pendapatan.
DI dipergunakan
untuk dua sektor, yaitu:
- Saving (tabungan) adalah pendapatan yang tidak dikonsumsi.
- Consumption (konsumsi) adalah pendapatan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau kebutuhan seseorang. Pendekatan ini dapat dirumuskan :
- Saving (tabungan) adalah pendapatan yang tidak dikonsumsi.
- Consumption (konsumsi) adalah pendapatan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau kebutuhan seseorang. Pendekatan ini dapat dirumuskan :
DI = PI –
Pajak langsung
v
Penghitungan
Jasa perbankan turut
memengaruhi besarnya pendapatan nasional
Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:- Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.
- Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).
- Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor ()
v
Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah
sebagai berikut :
g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%g = tingkat pertumbuhan ekonomi PDBs = PDB riil tahun sekarang PDBk = PDB riil tahun kemarin
Contoh soal :
PDB Indonesia tahun 2008 = Rp. 467 triliun, sedangkan PDB pada tahun 2007 adalah = Rp. 420 triliun. Maka berapakah tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 jika diasumsikan harga tahun dasarnya berada pada tahun 2007 ?
jawab :
g = {(467-420)/420}x100% = 11,19%
v
Di negara Indonesia ini secara grafis dan klimatogis
merupakan negara yang mempunyai potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dengan
garis ppantai yang terluas di dunia, iklim yang memungkinkan untuk
pendayagunaan lahan sepanjaang tahun, hutan dan kandungan bumi Indonesia yang
sangat kaya, merupakan bahan yang utama untuk membuat negara kita menjadi kaya.
Suatu perencanaan yang bagus yang mampu memanfaatkan semua bahan baku tersebut
secara optimal, akan mampu mengantarkan negara Indonesia menjadi negara yang
makmur akan hasil pertaniannya dan hasil rempah-rempahnya. Ini terlihat dari
hasil Pelita III sampai dengan Pelita V yang dengan pertumbuhan ekonomi
rata-rata 7% - 8% membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan penduduk yang tinggi. Dan Indonesia menjadi
salah satu negara yang mendapat julukan “Macan Asia”.
Namun ternyata semua pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
tersebut ternyata tidak memberikan dampak yang cukup berati pada usaha
pengentasan kemiskinan. Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks.
Negara ini subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun sebagian cukup besar
rakyat tergolong miskin. Pada puncak krisis ekonomi tahun 1998-1999 penduduk
miskin Indonesia mencapai sekitar 24% dari jumlah penduduk atau hampir 40 juta
orang. Tahun 2002 angka tersebut sudah turun menjadi 18% dan pada menjadi 14%
pada tahun 2004. Situasi terbaik terjadi antara tahun 1987-1996 ketika angka
rata-rata kemiskinan berada dibawah 20%, dan yang paling baik adalah pada tahun
1996 ketika angka kemiskinan hanya mencapai 11,3%.
Di Indonesia pada awal orde baru para pembuat kebijakkan
perencanaan pembangunan di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses
pembangunan ekonomi yang pada awalnya terpusatkan hanya di Jawa, khususnya
Jakarta dan sekitarnya, dan hanya disektor-sektor tertentu saja pada akhirnya
akan menghasilkan “Trickle Down Effect” . Didasarkan pada
pemikiran tersebut, pada awal orde baru hingga akhir tahun 1970-an, strategi
pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan orde baru lebih berorientasi
kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa memperhatikan pemerataan
pembangunan ekonomi.
Krisis yang terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan
pada akhir dekade 1990-an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan
Indonesia. Bagi kebanyakan orang, dampak dari krisis yang terparah dan langsung
dirasakan, diakibatkan oleh inflasi. Antara tahun 1997 dan 1998 inflasi
meningkat sebesar 6% menjadi 68%, sementara upah rill turun menjadi hanya
sekitar sepertiga dari nilai sebelumnya. Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam.
Antara tahun 1996 dan 1999 proporsi orang yang hidup dibawah garis kemiskinan
bertambah dari 18% menjadi 24% dari jumlah penduduk. Pada sat yang sama,
kondisi kemiskinan menjadi semakin parah, karena pendapatan kaum miskin secara
keseluruhan menurun jauh dibawah garis kemiskinan.
v Menganalisis
Distribusi Pendapatan
* Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan Perorangan)
* Kurva Lorenz
* Koefisien Gini
* Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan Perorangan)
* Kurva Lorenz
* Koefisien Gini
Distribusi Ukuran
(personal distribution of income)
* Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
* Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
* Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga diabaikan.
* Bila si X dan si Y masing-masing menerima pendapatan yang sama per tahunnya, maka kedua orang tersebut langsung dimasukkan ke dalam satu kelompok atau satu kategori penghasilan yang sama, tanpa mempersoalkan bahwa si X memperoleh uangnya dari membanting tulang selama 15 jam sehari, sedangkan si Y hanya ongkang-ongkang kaki menunggu bunga harta warisan yang didepositokannya.
* Berdasarkan pendapatan tsb, lalu dikelompokkan menjadi lima kelompok, biasa disebut kuintil (quintiles) atau sepuluh kelompok yang disebut desil (decile) sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok.
* Selanjutnya dihitung berapa % dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok, dan bertolak dari perhitungan ini mereka langsung memperkirakan tingkat pemerataan atau tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat atau negara yang bersangkutan.
* Indikator yang memperlihatkan tingkat ketimpangan atau pemerataan distribusi pendapatan diperoleh dari kolom 3, yaitu perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh 40 persen anggota kelompok bawah (mewakili lapisan penduduk termiskin) dan 20 persen anggota kelompok atas (lapisan penduduk terkaya).
* Rasio inilah yang sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketidakmerataan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di dalam suatu negara. Rasio ketidakmerataan dalam contoh di atas adalah 14 dibagi dengan 51, atau sekitar 1 berbanding 3,7 atau 0,28.
* Peta pendapatan jika total populasi dibagi menjadi sepuluh kelompok (desil) yang masing-masing menguasai pangsa 10 persen pada kolom 4.
* 10 persen populasi terbawah (dua individu atau rumah tangga yang paling miskin) hanya menerima 1,8 persen dari total pendapatan, sedangkan 10 persen kelompok teratas (dua individu atau rumah tangga terkaya) menerima 28,5 persen dari pendapatan nasional.
* Bila ingin diketahui berapa yang diterima oleh 5 persen kelompok teratas, maka jumlah penduduknya harus dibagi menjadi 20 kelompok yang masing-masing anggotanya sama (masing-masing kelompok terdiri dari satu individu) dan kemudian dihitung persentase total pendapatan yang diterima oleh lima kelompok teratas dari pendapatan nasional atau total pendapatan yang diterima oleh kedua puluh kelompok tersebut.
* Dari Tabel 5-1, kita bisa mengetahui bahwa pendapatan 5 persen penduduk terkaya (20 individu) menerima 15 persen dari pendapatan, lebih tinggi dibandingkan dengan total pendapatan dari 40 persen kelompok terendah (40 persen rumah tangga yang paling miskin).
Kurva Lorenz
* Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100 persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
* Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama panjangnya.
* Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk.
* Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.
* Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
* Persentase pendapatan yang ditunjukkan oleh titik-titik di sepanjang garis diagonal tersebut persis sama dengan persentase penduduk penerimanya terhadap total penduduk.
* Titik A menunjukkan bahwa 10 persen kelompok terbawah (termiskin) dari total penduduk hanya menerima 1,8 persen total pendapatan (pendapatan nasional).
* Titik B menunjukkan bahwa 20 persen kelompok terbawah yang hanya menerima 5 persen dari total pendapatan, demikian seterusnya bagi masing-masing 8 kelompok lainnya. Perhatikanlah bahwa titik tengah, menunjukkan 50 persen penduduk hanya menerima 19,8 persen dari total pendapatan.
* Semakin tinggi derajat ketidakmerataan, kurva Lorenz akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah.
Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
* Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
* Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).
* Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.
Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
* Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
* Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).
* Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.
* Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
* Angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.
* Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
Kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat
kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis
kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi
dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena
kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka
tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah
air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya
berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau
gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif
dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan
absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat
kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan
kemiskinan.
Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah
tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya
sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal)
dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan
yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau
diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun
tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju
pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi
pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan
subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan
teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu
wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga
politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor
tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang
bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun
selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya.
Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik
atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena
upah netonya menjadi rendah.
v Kemiskinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
Menurut Oscar Lewis (1983),
orang-orang miskin adalah kelompok yang mempunyai budaya kemiskinan sendiri
yang mencakup karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi. Kaum liberal
memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang baik tetapi sangat dipengaruhi
oleh lingkungan. Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistic and
situational adaptation pada linkungan yang penuh diskriminasi dan peluang
yang sempit. Kaum radikal mengabaikan budaya kemiskinan, mereka menekankan
peranan struktur ekonomi, politik dan sosial, dan memandang bahwa manusia
adalah makhluk yang kooperatif, produktif dan kreatif.
Philips dan Legates (1981)
mengemukakan empat pandangan tentang kemiskinan, yaitu pertama,
kemiskinan dilihat sebagai akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu
khususnya ciri-ciri sosial psikologis individu dari si miskin yang cendrung
menghambat untuk melakukan perbaikan nasibnya. Kedua, kemiskinan
dipandang sebagai akibat dari sub budaya tertentu yang diturunkan dari generasi
ke generasi. Kaum miskin adalah kelompok masyarakat yang memiliki subkultur
tertentu yang berbeda dari golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap
fatalis, tidak mampu melakukan pengendalian diri, berorientasi pada masa
sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan rencana bagi masa
mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas, atau gagal dalam melihat
faktor-faktor ekonomi seperti kesempatan yang dapat mengubah nasibnya. Ketiga,
kemiskinan dipandang sebagai akibat kurangnya kesempatan, kaum miskin selalu
kekurangan dalam bidang keterampilan dan pendidikan untuk memperoleh pekerjaan
dalam masyarakat. Keempat, bahwa kemiskinan merupakan suatu ciri
struktural dari kapitalisme, bahwa dalam masyarakat kapitalis segelintir orang
menjadi miskin karena yang lain menjadi kaya
Levitan (1980) mengemukakan
kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
Faturchman dan Marcelinus Molo
(1994) mendefenisikan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Menurut Ellis (1994) kemiskinan merupakan gejala
multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial politik.
Menurut Suparlan (1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu
standar tingkat hidup yang rendah, yaitu
adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Reitsma dan Kleinpenning (1994)
mendefisnisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non material.
Friedman (1979) mengemukakan
kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis
kekuasaan sosial, yang meliptui : asset (tanah, perumahan, peralatan,
kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi
sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama,
jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan
keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.
Kemiskinan menurut Soerjono
Soekanto, (1982, Sosiologi: suatu Pengantar, Rajawali Press)
"kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak
mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut."
Dengan
beberapa pengertian tersebut dapat diambil satu pengertian bahwa
kemiskinan adalah suatu situasi baik yang merupakan proses maupun
akibat dari adanya ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungannya
untuk kebutuhan hidupnya.
v Pertumbuhan dan pemerataan dalam konteks
pembangunan ekonomi Indonesia selama ini.
Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti
penting. Petumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama
atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunanekonomi dan peningkatan
kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan
sendirinya kebutuhan konsumsinsehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka
dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Selain dari sisi permintaan
(konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan
pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa
dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan
dalam pembagian dari penambhana pendapatan tersebut (ceteris paribus),
yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan
peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu
sendiri hanya bisa dicapai dengan penigkatan output agregat (barang dan
jasa) atau PDB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan
ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan PN. Konsep Pendapatan
Nasional mempunyai dua arti yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam
arti sempit, PN adalah PN sedangkan dalam arti luas, PN dapat merujuk ke PDB
atau merujuk ke produk nasional bruto (PNB), atau ke produk nasional neto
(PNN). Perhitungan PN diawali dengan perhitungan PDB. Hubungan antara PDB dan
PN dapat dijelaskan melalui beberapa persamaan sederhana sebagai berikut:
PNB = PDB + F
PNN = PNB - D
PN = PNN -Ttl
keterangan:
F = pendapatan neto atas faktor luar negeri
D = penyusutan
Ttl = pajak tak langsung neto
Jika tiga persamaan di atas di gabungkan, akan memperoleh persamaan sebagai berikut:
PDB = PN + Ttl + D - F
atau
PN = PDB +F - D -Ttl
PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama tersebut adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat, sedangkan pendekatan pengeluaran adalah perhitungan PDB dari sisi permintaan agregat. Sumber-sumber pertumbuhan dapat bersumber dari pertumbuhan permintaan agragat (AD) atau dan pertumbuhan penawaran agregat (AS).
Penjelasan ini juga terdapat teori-teori dan model-model pertumbuhan perekonomian seperti Teori Klasik, Teori Neo-Keynes, Teori Neo-Klasik dan Teori Modern. Di dalam teori klasik ada dua aliran pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari sisi AS/produksi yaitu teori klasik dan teori modern dan diantara kedua ini, teori neo-keynes dan teori neo-klasik. Dasar pemikiran teori klasik adalah pembangunan ekonomi yang dilandasi oleh sistem Liberal, yang manapertumbuhan ekonomi di pacu oleh semangat untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
PNN = PNB - D
PN = PNN -Ttl
keterangan:
F = pendapatan neto atas faktor luar negeri
D = penyusutan
Ttl = pajak tak langsung neto
Jika tiga persamaan di atas di gabungkan, akan memperoleh persamaan sebagai berikut:
PDB = PN + Ttl + D - F
atau
PN = PDB +F - D -Ttl
PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama tersebut adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat, sedangkan pendekatan pengeluaran adalah perhitungan PDB dari sisi permintaan agregat. Sumber-sumber pertumbuhan dapat bersumber dari pertumbuhan permintaan agragat (AD) atau dan pertumbuhan penawaran agregat (AS).
Penjelasan ini juga terdapat teori-teori dan model-model pertumbuhan perekonomian seperti Teori Klasik, Teori Neo-Keynes, Teori Neo-Klasik dan Teori Modern. Di dalam teori klasik ada dua aliran pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari sisi AS/produksi yaitu teori klasik dan teori modern dan diantara kedua ini, teori neo-keynes dan teori neo-klasik. Dasar pemikiran teori klasik adalah pembangunan ekonomi yang dilandasi oleh sistem Liberal, yang manapertumbuhan ekonomi di pacu oleh semangat untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
REFERENSI :
0 komentar:
Posting Komentar